Pages

Minggu, 26 Mei 2013

Hanya untaian kalimat dari pemikiran tanpa akal saya

“It’s hard for a girl to explain their true feeling.”
Gadis itu terlalu sering mendengar rentetan kata itu yang menurutnya memang benar adanya.
Saat ini, hanya untuk saat ini segalanya berakumulasi dalam tubuhnya hingga mencapai titik jenuh tertentu yang membuatnya sangat tertekan.
Inilah yang dirasakannya hari ini, ketika dengan sengaja ia melihat sebuah kata yang membuatnya mencapai titik jenuhnya, Maaf :( dalam pengumuman salah satu acara yang ia ikuti. Sebuah acara yang telah menjadi mimpinya selama ini, sebuah acara yang telah ia perjuangkan sejak ia memasuki jenjang awal dalam masa wajib kependidikannya. Bahkan satu kata itu membuat tenanganya menguap hingga ia tak mampu membaca segelintir kalimat di bawahnya yang ia yakin akan menambah lara dalam hatinya.
Ia hanya butuh kawannya saat ini, untuk menemaninya melewati masa sulit yang baru pertama kali dialaminya.
Gadis itu mengetikkan beberapa nama, namun ia menggeleng pelan dengan segera. “Besok UKK.” Gumamnya. Dengan segera ia menghapus nama-nama tersebut dan menggantinya dengan sebuah nama. Nama yang dimiliki oleh salah seorang sahabatnya.
Sungguh, gadis itu telah melupakan segala yang terjadi di antara mereka. Tak pernah sedikitpun ide yang membuatnya ingin memunculkan hal usang itu. Tak ada lagi rasa mengganjal dalam dirinya. Ia hanya membutuhkan seorang teman saat ini.
Jemarinya bergetar, ketika ia menuliskan apa yang ia alami saat ini. Ia tak pernah sejujur ini pada siapapun, termasuk dirinya sendiri. Mungkin rasa lelah inilah yang memaksanya untuk mengeluarkan apa yang dia rasakan. Dan sebersit harapan muncul, harapan akan adanya respon positif. Agar ia tak lagi merasakan lelah ini.
Gadis itu memang naif. Dia terlalu percaya diri dengan apa yang ditulisnya. Ia egois, tentu saja. Karena ia tak dapat berpikir lurus tentang apa yang ditulisnya.
Namun apa yang diharapkannya tak pernah terwujud.
Beberapa menit ia menunggu, namun tak ada jawaban.
“Mungkinkah aku salah menuliskan kalimat?”
Itulah yang pertama kali masuk dalam pikirannya.  Ia hanya mencoba untuk jujur. Apakah mengatakan apa adanya termasuk kesalahan? Atau apakah ia salah meminta sesuatu dari sahabatnya sendiri? Atau mungkin orang itu memang tak pernah menganggapnya sebagai temannya lagi?
Satu pertanyaan tak terjawab mampu mendatangkan pertanyaan pertanyaan lain. Bahkan dugaan tak logis.
Masa bodoh dengan apa yang dipikirkan olehnya. Orang itu akan kembali mengacuhkannya, atau orang itu akan berpikiran buruk tentangnya, gadis itu tak peduli.
Ia hanya gadis naif yang ingin menenangkan dirinya agar mampu menghadapi musuhnya esok hari.
Satu hal yang kini ia sadari, ia salah saat berpikiran bahwa orang itu masih menganggapnya sebagai sahabatnya. Mungkin dari dulu, orang itu tak pernah menganggapnya ada.
Dan kali ini, gadis itu akan benar-benar menganggap tak ada suatu hubungan apapun dalam kehidupan mereka. Saat mereka bertemu, gadis itu akan berjalan seolah mereka tak saling mengenal.
Kalau dulu gadis itu bisa menghapus perasaannya? Melakukan hal serupa tidak akan suliit bukan?

Dan gadis itu mengakui. memang untuk kali ini, gadis itulah yang membuat segalanya bertambah rumit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentar menggunakan bahasa yang sopan ^^
Thanks