Pages

Kamis, 06 Desember 2012

Oppa & I Love Mission :: #Mission2 :: Love Letter


Guys, Ada Mission ke-2 dari Oppa & I Love Mission looo...
Keterangan lebih lanjut cek Penerbit Haru..

Okey langsung aja, sebenarnya #Mission2 ini cuma disuruh bikin Love Letter.. Tapi berhubung bingung plus nggak ada kerjaan (padahal lagi semesteran :D) Jadi, iseng aja bikin ceritanya..
Hehe, sorry kalo rada aneh :D
Langsung aja..



#Mission 2 :: Love Letter

Jae Kwon memutar tubuhnya seirama dengan dentuman nada yang mengalun lewat televisinya. Kali ini berbeda dengan sebelumnya. Bukan gadis-gadis cantik yang terpampang disana, melainkan sebuah boyband yang cukup ternama, EXO, yang tengah menari di dalamnya. Ia tak ingin dipandang rendah oleh Jae In lagi.
“Oppa, kau benar-benar memalukan. Tidak bisakah kau menari layaknya seorang pria? Oo, atau jangan-jangan Oppa seorang wanita? Haruskah aku memanggil Oppa, ‘Eonni’?”
Jae Kwon bergidik mengingat kalimat yang diutarakan Jae In beberapa hari yang lalu. Namun ia lega. Karena kini, Jae In telah memanggilnya ‘Oppa’ lagi. Ia akan tetap membuat Jae In memanggil dirinya Oppa, bukan Eonni bahkan Noona. Ia sedikit merinding dengan panggilan yang terakhir.
“Oppa..”
Jae Kwon kembali bergidik ketika merasa seperti seseorang sedang memanggilnya. Hentikan pikiran anehmu Jae Kwon. Hentikan. Hentikan.
“Oppa..”
Baik. Pasti ada seseorang yang benar-benar memanggilku. Dengan jantung yang masih berdebar, ia memberanikan diri untuk membalik badannya. “Omo!!” Ucapnya begitu melihat Jae In memasang wajah dinginnya di depan pintu kamarnya. Jae Kwon tertawa kecil sembari menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak terasa gatal. “Ada apa?”
Jae In mengaduk isi tas pinggangnya. Setelah beberapa saat, ia berhasil menemukan apa yang ia cari. “Ini. Ada yang mengirim surat untukmu.”
“Surat?” Jae Kwon turun dari tempat tidurnya lalu berjalan ke arah Jae In setelah ia mematikan televisi super lebarnya. “Dari siapa?”
Jae In menggeleng pelan. “Frederica? Kau kenal?” Tanyanya kemudian. “Sepertinya ia bukan orang Korea.” Lanjutnya lagi.
Jae Kwon memutar surat yang barusan ia dapat. Ia berusaha mengingat siapa itu Frederica. Sepertinya ia pernah mengenalnya. “O, kau baru pulang?” Jae Kwon melirik jam dindingnya. Jam tujuh tepat. “Darimana saja?”
“Ha Neul dan Sa Ra barusan mengajakku ke restoran ramyeon yang baru dibuka di dekat sekolah. Oppa, lain kali kau harus mencobanya! Ramyeonnya benar-benar nikmat!” ucap Jae In sambil berbalik, berjalan menjauh menuju istananya sendiri.
Park Jae Kwon masih memandangi amplop berwarna biru laut itu. Pikirannya melayang. Terbesit beberapa siluet peristiwa, tapi ia tak bisa melihatnya secara jelas.
“Oppa, kau tidak menari bersama SNSD lagi?” Ejek Jae In ketika ia berjalan menuruni tangga.
“Kau benar-benar...” Jae Kwon tersenyum simpul lalu meluncur bebas ke kasur empuknya. “Frederica?” Jae Kwon berkata pelan sebelum ia masuk dalam dunia mimpinya. Ia terlalu lelah hari ini. Sangat lelah.
“Jane, apa yang harus kita lakukan?” suara Johny bergetar. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.
“Oppa, kau kenapa? Tenanglah. Kita tunggu apa kata dokter.” Seorang gadis yang seumuran dengannya menepuk punggungnya pelan. Sebenarnya ia juga takut, tapi ia tak ingin membuat saudaranya bertambah takut.
“Dimana Appa dan Eomma?” ucap Jhon lagi, lebih pelan. “Lalu dimana orang tua gadis itu?”Johny mulai menangis lagi. Ia mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.
Rintik-rintik hujan mulai membasahi bumi pertiwi. Johny dan Jane dengan segera mengayuh sepeda mereka dengan cepatnya. Mencoba menghindari jarum-jarum tajam yang mulai meluncur. Kedua anak itu melaju dengan kencangnya tanpa memperhatikan bunyi klakson dan teriakan dari warga yang ada di sekitar mereka. Keduanya terus mengayuh sebelum seluruh baju mereka basah oleh air.
“Minggiiir!!” Johny berteriak keras begitu mendekati seorang anak perempuan yang tengah berdiri di tengah hujan. Terlambat. Anak kecil tadi terdorong sepeda Johny hingga dahinya membentur aspal jalan. Darah segar mengalir deras dari dahi kanannya.
Tanpa butuh waktu lama, beberapa orang telah mengerumuni mereka bertiga dan membawa ketiganya ke rumah sakit.
“Appa, Eomma!” Jane melonjak dari kursi tunggu dan berlari menghampiri kedua orang tuanya. Sedangkan Jhon hanya menunduk di tempatnya. Ia tak tau harus berbuat apa. Gara-gara dia gadis itu kini harus mengalami penanganan khusus.
&
“Apakah kau sudah baikan?” Jhon berjalan mendekati gadis kecil yang tengah terduduk di taman. Sebenarnya umur mereka sama, namun keduanya masih merasa canggung.
Gadis tadi mengangguk. “Sekarang sudah tidak apa-apa. Tidak usah khawatir.”
“Syukurlah.” Johny tersenyum. “Aku Johny, Johny Park. Kau?”
Gadis itu menerima uluran tangan Johny. “Aku Frederica. Frederica Khanza.”
&
“Johny, aku.. Akan pindah ke Amerika.”
“Oppa.. Bangunlah! Ini sudah pagi!” Jae In berteriak dari balik pintu kamar Jae Kwon. Meskipun tak terdengar jelas, namun Jae Kwon berhasil terbangun dari tidurnya.
“Aku sudah bangun!” Jae Kwon balas berteriak. Namun tubuhnya masih tergeletak di kasurnya.
“Baiklah. Aku tunggu di ruang makan!”
Terdengar derap kaki yang mulai menjauh. Jae Kwon yakin Jae In sedang menuju ruang makan sekarang. Jae Kwon menghela nafas panjang. Ia hanya menerawang, tidak benar-benar melihat langit-langit kamarnya. “Rika, apa kabar?”
&
Jae Kwon berhenti melangkahkan kakinya di sebuah taman bermain di dekat rumahnya. Ia baru selesai mendubbling salah satu kartun di MBC sore ini. Untung saja hari ini sekolah libur, kalau tidak ia akan terlihat seperti mayat hidup yang kehabisan energi.
Ia menepakkan kakinya ke permukaan tanah. Membuat ayunan yang sedang ia duduki mengayun perlahan diantara hembusan angin. Sudah dua hari terakhir ini ia terus teringat dengan teman masa kecilnya itu. Jae Kwon kembali menghela nafas. Sejak sebuah surat itu datang..
Tunggu. Surat itu! Jae Kwon mengaduk isi tasnya bahkan menuangkan isinya pada tanah yang mulai tertutup salju. Ia menemukannya. Sebuah amplop berwarna biru laut yang tergeletak di samping kaki kanannya. Ia menatap nama yang tertulis di amplop itu. Frederica? Bukankah terdengar familiar? Frederica.. Frederica.. Rica.. Rika?
Dengan segera Jae Kwon membuka surat itu. Jae Kwon masih ingat tulisan tangan Rika. Ia membacanya sekilas. Jae Kwon lega karena ia masih bisa bahasa Indonesia, juga lega karena surat ini benar dari Rika.
Dear Jae Kwon..
'Kau meninggalkanku’. 
Itulah kalimat pertama yang terlintas dibenakku begitu Jane mengatakan kau sudah pindah ke Seoul. 
Aku terus berusaha membencimu kala itu, namun percuma. Aku tak pernah bisa membencimu. Karena pada akhirnya, kaulah yang harusnya membenciku. Karena aku meninggalkanmu. 
Ingatkah kau? Enam tahun lalu kau menabrakku dan terus-menerus menangis. Aku ingin tertawa saat itu, namun bibir ini terasa kelu. Atau mungkin saat aku mengatakan aku akan ke Amerika, aku ingin menangis, berteriak, bahkan aku membenci ayahku karena membuatku terpisah darimu. 
Pertemanan kecil itu, aku tersenyum sendiri mengingatnya. Aku sempat berpikir, apakah kau masih mengingat diriku? Meski aku tahu jawabannya.. Bahwa kau takkan pernah memikirkanmu.. Karena aku bukan apa-apa bagimu. 
Johny Park, maafkan aku karena bertindak naif dan egois. Maafkan aku karena telah berburuk sangka padamu. Dan maafkan aku, karena aku menyukaimu. 
Tidak apa-apa jika kau membenciku. Gadis bodoh seperti diriku memang pantas dibenci bukan? 
Namun aku ingin kau tau, bahwa aku disini selalu menyayangimu. Aku menyayangimu hingga aku tak bisa membencimu. Aku menyayangimu hingga aku merindukanmu. 
Aku menyayangimu hingga membuat aku menyukaimu. 
Johny Park.. bukan.. Park Jae Kwon..Terima kasih atas pertemanan singkat yang kau berikan.
Selamat tinggal.

Frederica
Jae Kwon terhenyak. Ia hanya terdiam membeku di tempatnya. Tangannya menggenggam erat kertas itu, membuatnya lusuh. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Namun hatinya terus berbicara. Hingga tanpa ia sadari, air matanya mulai menetes. Membasahi kertas putih bertuliskan tinta hitam itu.
“Aaaaaaaaaaaaa.................” suara itu keluar begitu saja dari mulut Jae Kwon. Sangat keras. Namun tetap saja ada yang mengganjal di hatinya.
Jae Kwon memutar amplop biru tadi. Salju pertama bahkan mulai turun bersamaan dengan aliran air matanya. Pasti ada disini. Dan benar. Ada alamat yang tercantum. Jae Kwon membaca alamat itu. Gangnam? Bukankah? Jae Kwon membaca ulang alamat itu. Benar. Rumah Sakit Gangnam.
&
Jae Kwon berlari kencang di tengah lorong berdinding putih gading. Ia mengabaikan para perawat dan pengunjung yang memperingatinya. Seperti deja vu.
“Minggir!” Jae Kwon berteriak ketika seorang gadis hendak melewati lorong itu. Beruntung gadis itu segera memundurkan kursi rodanya hingga Jae Kwon tak jadi menabrak gadis itu.
Jae Kwon terus berlari dan berlari. Satu lantai lagi dan dia akan sampai di ruangan Rika. Sebenarnya bisa saja Jae Kwon menaiki lift. Tapi fikirannya sedang tidak beres kali ini.
“Rika!” ucap Jae Kwon begitu memasuki sebuah ruangan di ujung lorong lantai tiga ini. Kosong.
“Ah, anda mencari Nona Frederica? Dia baru saja turun. Katanya mau mencari udara segar.” Ucap seorang perawat yang kebetulan hendak membersihkan ruangan Rika.
Jae Kwon mundur beberapa langkah lalu menundukkan badannya, “terima kasih.”
Ia kembali berlari melalui anak tangga yang tersusun rapi menuju taman kecil yang berada di tengah rumah sakit kecil itu. Benar. Seorang gadis tengah terdiam disana. Telinganya difokuskan pada nada-nada yang mengalun melalui headphonenya. Sedangkan matanya digunakan untuk memandangi puluhan butir saju yang terjun bebas disekitarnya.
Jae Kwon berjalan mendekati gadis itu. Rambut hitam itu.. Bukankah itu gadis yang hendak Jae Kwon tabrak tadi? “Rika..” Gumam Jae Kwon pelan. Ia terus berjalan hingga ia berada tepat di belakang gadis itu. “Frederica..” ucapnya lagi.
Gadis itu kembali mendongak. Seorang pria yang seumuran dengannya tengah tersenyum menatapnya. Senyum itu.. “Johny..”
“Hai! Apa kabar?” Jae Kwon berjalan hingga kini ia bisa berhadapan dengan Rika. Lagi, air matanya menetes. Mungkin hari ini ia akan beralih menjadi pria cengeng. Bukan pria yang terkenal akan tawanya seperti di sekolah.
Rika segera memeluk pria yang ada di depannya itu. Ia terisak pelan. Ia membiarkan lagu Memories milik Super Junior untuk terus mengalun di telinganya. Ia ingin terdiam seperti ini untuk lebih lama lagi. Tapi, ada sebuah desakan yang meminta keluar dari dalam tubuh Rika. Ia akan keluar lagi. Gumam Rika dalam hatinya. Namun ia membiarkannya, ia benar-benar merindukan Jae Kwon. “Selamat tinggal.. Park Jae Kwon.” Rika tersenyum tipis sebelum semuanya gelap.
Jae Kwon melepas pelukannya. Ia berubah panik. Beberapa tetes darah mulai keluar dari hidung dan sudut bibir Rika. Tanpa banyak bicara, ia segera membawa Rika kembali ke kamarnya.
&
Jae Kwon terdiam. Begitu pula dengan wanita paruh baya yang kini mendekati kepala lima yang ada di sebelahnya. Lima belas menit telah berlalu. Namun belum ada kepastian dari pihak dokter.
“Rika.. Apa yang terjadi dengannya?” Pertanyaan Jae Kwon memecah keheningan di lorong itu.
Wanita itu terlihat menahan tangisnya. Ia hanya menunduk dan bergumam pelan. Namun gumaman itu terdengar sangat jelas di telinga Jae Kwon.
“Hemofilia? Tidak mungkin. Hemofilia tidak menyerang wanita!”ucap Jae Kwon sedikit membentak. Ia merasa kacau. Enam tahun berlalu tapi ia tidak tau apa-apa tentang penyakit Rika? Menyedihkan. Bahkan ia pernah membuat penyakit itu kembali di tubuh Rika.
Wanita itu menghela nafas, meskipun isakan kecil masih terdengar. “Hemofilia bisa menyerang wanita. Namun hanya beberapa. Dan Rika bagian dari penderita itu.”
Mereka kembali terdiam. Jae Kwon menggosok-gosokkan kedua tangannya. Ia lupa memakai jaket saat berlari kesini. Mungkin tasnya juga tertinggal di taman. Tapi itu tidak penting sekarang, sekarang yang terpenting adalah keadaan Rika.
Tak butuh waktu lama, pria dengan jas putih yang melekat di tubuhnya. “Dia sudah sadar. Tapi kondisinya sangat lemah. Hemofilia yang dideritanya sudah sangat parah. Kemungkinan Rika masih tinggal hanya tinggal beberapa jam saja.” Dokter itu mencoba tersenyum, berusaha menyalurkan semangat pada ibunda Rika yang tengah tertunduk lesu sekarang.
Jae Kwon melihat dokter itu berlalu. Ia menatap nanar pada Tante Gisel. Ia tersenyum simpul, sebelum melangkahkan kakinya menuju sebuah kamar. Kamar dengan sesosok wanita yang sempat membuat dirinya terluka.
“Rika..”
Gadis yang sedang terbaring itu tersenyum. “Jho.. Jae Kwon..” Ia bergumam.
Jae Kwon perlahan duduk di sebuah bangku yang berada di samping ranjang itu. Tanpa perlu dikomando, tangannya telah menggenggam erat sesuatu yang terasa dingin bagi sebagian orang, namun menimbulkan getaran hangat bagi Jae Kwon. “Terima kasih..”
Gadis itu menggeleng, tanda tak setuju. Ia kembali tersenyum dan menggumam. Entahlah apa yang diucapkan Rika, karena pada saat itu juga deru nafasnya telah terhenti.
Jae Kwon menunduk tanpa melepas genggamannya, justru mempereratnya. Untuk terakhir kalinya, biarkan aku menggenggam erat tanganmu.
&
Jae In bertingkah seolah dirinya sebuah setrika panas yang sedang memperlicin pakaian-pakaian lusuh. Malam telah berlalu bahkan sebentar lagi pagi akan datang. Tapi Jae Kwon menghilang entah kemana. Ia telah menghubungi nomornya, namun gagal. Panggilan ditolak.
“Oppa, dimana kau?” Ia mendesah pelan setelah melihat jam dinding yang terus berdetak. Untuk kesekian kalinya.
Terdengar pintu terbuka. Diikuti hawa dingin yang datang sepersekian detik. Jae Kwon! Dengan secepat kilat ia berlari menuju pintu depan yang sebenarnya berhubungan langsung dengan tempatnya berdiri sekarang. “Darimana saja kau?”
Jae Kwon segera menghampiri Jae In dan memeluknya erat. Tangisnya untuk yang kesekian kalinya kembali pecah. Jae In hanya bisa menepuk pelan punggung kakaknya itu. “Ada apa dengamu?” tanya Jae In pelan.
“Hari ini.. Aku bertemu.. Cinta pertamaku..”
&
“Johny.. Ah, bukan.. Jae Kwon-a.. Terima kasih, karena kau mau menemuiku.. Terima kasih karena kau, aku bisa tersenyum di akhir hayatku..”
“Rika.. Kau jahat!! Kenapa kau seenaknya pergi begitu aku menemukanmu? Meskipun aku masih tidak bisa menerimanya.. Tapi aku lega, senang? Entahlah.. Karena kini aku tau.. Aku tak bertepuk sebelah tangan..”

2 Comment:

:) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

Tolong komentar menggunakan bahasa yang sopan ^^
Thanks